“PENJARA” BAGI POLITISI DULU DAN SEKARANG.
Flash back : H. Isma A. Kutai.
Sebagai tokoh masyarakat dan tokoh politik lokal di sebuah Kabupetan masa itu, Alm Ayah saya, pernah mendoktrin saya bahwa : "Dalam setiap perjuangan politik
"ditangkap dan dipenjara" oleh pemerintah atau lawan politik, adalah sebuah KEHORMATAN bagi PRIBADI, PARTAI dan PENDUKUNGNYA". Maka kamu tidak boleh takut dan kecil semangat meneruskan perjuangan untuk tegaknya sebuah idealisme”. Karena itu bagian dari konsekwensi dan tanggung jawab PEMIMPIN politik untuk mempertahankan IDEALISME, PRINSIF PERJUANGAN dan KOMINTMEN partainya kepada RAKYAT.
Idealisme, Prinsif Perjuangan (Platform) dan Komitmen parta inilah membuat sebuah partai terus EKSIS dan BERKEMBANG di hati rakyat dan pendukungnya. Untuk itu beliau mengintakan bahwa : “Memilih pimpinan PARTAI POLITIK, tidak sama dengan memilih Pimpinan Organisasi Profesi, Pimpinan Perusahaan atau kantor”. Saya Tanya lagi “kenapa begitu pah?”, Selanjutnya beliau jelasakan : “memilih pimpinan Organisasi selain Parpol, hanya memerlukan kompetensi, integritas pribadi dan komitmen, sedangkan pimpinan Parpol lebih dari itu, yaitu perlu LEADERSHIP, INTEGRITAS MORAL dan TANGGUNGJAWAB”.
Pemimpin Politik selalu berhadapan dengan penahanan dan dipenjara, karena idealism dan integritasmoral dalam perjuangan. Dalam hal demikian perlawanan terus dilakukan oleh para pendukungnya, sebagai HARGA DIRI pribadi dan partai yang harus ditegakkan. Hal ini dapat kita saksikan ketika Soekarno, Mahatman Gndhi dan Norodom Sihanok pada dekade tahun 40-an, kemudian Nelson Mandela, Aung San Suu Kyi’s di Birma, serta bangkitnya kembali Mahattir ke puncak kekuasaan Maysia. Perjuangan pendukung mereka melalui gerakan moral dan kebebasan tidak pernah, berhenti sampai pemimpin mereka dibebaskan dan membuktikan kebenaran idealiseme perjuangan mereka.
Sekarang dinegeri ini para tokoh politik yang "ditangkap dan dipenjara" semakin banyak, namun berbeda kasusnya. Mereka dipenjara bukan karena kuatnya idealisme, kokohnya prinsif perjuangan atau teguhnya moral mereka serta besarnya tanggung jawab politk mereka, sama sekali tidak. Ternyata para politisi negeri ini masuk penjara justru karena tidak punya idealisme, lemahnya prinsif perjuangan, bobroknya moral dan lemahnya tanggung jawab politik - terutama kepada pendukung/konsituents-nya – kalau perlu mereka di “jual dan ditipu”.
Untuk jenis politisi yang demikian, dipastikan tidak ada pembelaan pendukungnya, kalau ada hanya sebatas wacana. Kalau toh ada juga perlawanan itu hanya dilakukan oleh pendukung yang telah menerima "bagian kenikmatan" alias "bayaran". Inilah potret dunia politik negeri ini yang hampir tidak bisa kita mungkiri, mau mereka bawa kemana negeri ini.
Semula saya merasa perkataan Alm Ayah saya masa itu, tidak relepan lagi untuk "perjuangan politik" masa sekarang. Tetapi ternyata prinsif politik yang didasari etika, moral dan harga diri yang alm Ayah saya ajarkan kepada saya, justru tumbuh dan berkembang di negara-negara sekuler seperti Jerman, Parancis, Jepang dan Korea, tidak di negara-negara mayoritas Islam dan nama partainya Islam, xf negeri saya ini. Apakah ada pengecualiaan di negeri ini, sehingga prinsif politik yang didasari etika, moral dan harga diri ini justru MATI di negeri ini. Semoga tidak sampai demikian………………..
Flash back : H. Isma A. Kutai.
Sebagai tokoh masyarakat dan tokoh politik lokal di sebuah Kabupetan masa itu, Alm Ayah saya, pernah mendoktrin saya bahwa : "Dalam setiap perjuangan politik
"ditangkap dan dipenjara" oleh pemerintah atau lawan politik, adalah sebuah KEHORMATAN bagi PRIBADI, PARTAI dan PENDUKUNGNYA". Maka kamu tidak boleh takut dan kecil semangat meneruskan perjuangan untuk tegaknya sebuah idealisme”. Karena itu bagian dari konsekwensi dan tanggung jawab PEMIMPIN politik untuk mempertahankan IDEALISME, PRINSIF PERJUANGAN dan KOMINTMEN partainya kepada RAKYAT.
Idealisme, Prinsif Perjuangan (Platform) dan Komitmen parta inilah membuat sebuah partai terus EKSIS dan BERKEMBANG di hati rakyat dan pendukungnya. Untuk itu beliau mengintakan bahwa : “Memilih pimpinan PARTAI POLITIK, tidak sama dengan memilih Pimpinan Organisasi Profesi, Pimpinan Perusahaan atau kantor”. Saya Tanya lagi “kenapa begitu pah?”, Selanjutnya beliau jelasakan : “memilih pimpinan Organisasi selain Parpol, hanya memerlukan kompetensi, integritas pribadi dan komitmen, sedangkan pimpinan Parpol lebih dari itu, yaitu perlu LEADERSHIP, INTEGRITAS MORAL dan TANGGUNGJAWAB”.
Pemimpin Politik selalu berhadapan dengan penahanan dan dipenjara, karena idealism dan integritasmoral dalam perjuangan. Dalam hal demikian perlawanan terus dilakukan oleh para pendukungnya, sebagai HARGA DIRI pribadi dan partai yang harus ditegakkan. Hal ini dapat kita saksikan ketika Soekarno, Mahatman Gndhi dan Norodom Sihanok pada dekade tahun 40-an, kemudian Nelson Mandela, Aung San Suu Kyi’s di Birma, serta bangkitnya kembali Mahattir ke puncak kekuasaan Maysia. Perjuangan pendukung mereka melalui gerakan moral dan kebebasan tidak pernah, berhenti sampai pemimpin mereka dibebaskan dan membuktikan kebenaran idealiseme perjuangan mereka.
Sekarang dinegeri ini para tokoh politik yang "ditangkap dan dipenjara" semakin banyak, namun berbeda kasusnya. Mereka dipenjara bukan karena kuatnya idealisme, kokohnya prinsif perjuangan atau teguhnya moral mereka serta besarnya tanggung jawab politk mereka, sama sekali tidak. Ternyata para politisi negeri ini masuk penjara justru karena tidak punya idealisme, lemahnya prinsif perjuangan, bobroknya moral dan lemahnya tanggung jawab politik - terutama kepada pendukung/konsituents-nya – kalau perlu mereka di “jual dan ditipu”.
Untuk jenis politisi yang demikian, dipastikan tidak ada pembelaan pendukungnya, kalau ada hanya sebatas wacana. Kalau toh ada juga perlawanan itu hanya dilakukan oleh pendukung yang telah menerima "bagian kenikmatan" alias "bayaran". Inilah potret dunia politik negeri ini yang hampir tidak bisa kita mungkiri, mau mereka bawa kemana negeri ini.
Semula saya merasa perkataan Alm Ayah saya masa itu, tidak relepan lagi untuk "perjuangan politik" masa sekarang. Tetapi ternyata prinsif politik yang didasari etika, moral dan harga diri yang alm Ayah saya ajarkan kepada saya, justru tumbuh dan berkembang di negara-negara sekuler seperti Jerman, Parancis, Jepang dan Korea, tidak di negara-negara mayoritas Islam dan nama partainya Islam, xf negeri saya ini. Apakah ada pengecualiaan di negeri ini, sehingga prinsif politik yang didasari etika, moral dan harga diri ini justru MATI di negeri ini. Semoga tidak sampai demikian………………..
ISLAMI, Informasi Umum,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar